Jakarta (RuangNewsIndonesia.com) — Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan artifisial (AI) yang mengguncang industri media global, stasiun televisi didorong untuk melakukan transformasi besar agar tetap relevan dengan perubahan zaman. Televisi tak lagi cukup berperan sebagai lembaga penyiaran tradisional, melainkan harus berevolusi menjadi perusahaan teknologi konten yang mengintegrasikan inovasi dengan jurnalisme berintegritas.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menegaskan bahwa masa depan industri televisi sangat bergantung pada kemampuan adaptasi terhadap perkembangan teknologi, khususnya AI.
“Metro TV dan televisi lain harus melihat dirinya bukan hanya sebagai stasiun penyiaran, tetapi sebagai perusahaan teknologi konten. Teknologi, terutama AI, perlu masuk ke semua aspek — dari ruang redaksi hingga distribusi,” ujar Nezar saat memberikan keynote speech dalam Workshop “Metro TV, Still On Air, TV yang Bertahan, Berkembang, dan Berevolusi” di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Nezar menjelaskan, dunia saat ini telah memasuki era media 3.0, di mana algoritma dan kecerdasan buatan menjadi pengendali utama arus informasi. Penonton tidak lagi menelusuri siaran secara manual, tetapi menerima rekomendasi tayangan dari sistem AI yang mengenali preferensi pengguna.
“Kendali konten kini ada di tangan AI. Bukan lagi manusia yang menentukan. Ini mengubah cara orang menonton dan mengguncang model distribusi media konvensional,” tegasnya.
Meski demikian, Nezar menilai kehadiran AI bukan semata ancaman, melainkan juga peluang bagi media televisi untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi. Teknologi ini dapat dimanfaatkan dalam proses produksi, penyuntingan, analisis data audiens, hingga optimalisasi kualitas audio-visual.
“AI bisa membantu kerja redaksi, tapi jangan sepenuhnya diserahkan pada mesin. Tetap harus ada human in the loop agar berita tidak kehilangan akurasi dan nilai etikanya,” kata Nezar mengingatkan.
Ia juga menyoroti risiko penyalahgunaan AI, seperti deepfake, disinformasi, dan data hallucination yang dapat merusak kredibilitas media. Nezar mencontohkan kasus lembaga survei di Australia yang harus membayar denda hingga 440 ribu dolar karena menggunakan data buatan AI tanpa verifikasi manusia.
“Itu bukti bahwa kita tetap butuh manusia sebagai penjaga integritas dan kebenaran dalam jurnalisme,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kementerian Komunikasi dan Digital menegaskan komitmennya untuk terus mendukung transformasi digital media nasional agar mampu memanfaatkan teknologi tanpa meninggalkan prinsip dasar jurnalisme.
“Teknologi bisa dipelajari, tapi jurnalisme harus tetap jadi nyawa kita. Media yang bertahan bukan yang paling cepat menyesuaikan diri secara teknis, tapi yang tetap menyajikan informasi benar dan berpihak pada kepentingan publik,” pungkas Nezar.
Reporter: Prabu Sakti
Editor: Tim Redaksi Ruang News Indonesia
Sumber infopublik.id
Tagline: Ruang News Indonesia – Berita dan Informasi Terbaru, Terupdate, dan Terpercaya













