Lampung Selatan (RuangNewsIndonesia.Com) — Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang anak perempuan di Dusun Sukadamai, Desa Babatan, Kecamatan Katibung, Lampung Selatan, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti sejak dilaporkan pada Agustus 2025.
Keluarga korban menyampaikan rasa kecewa atas lambannya proses hukum yang berjalan. Mereka telah melapor ke Polres Lampung Selatan dengan nomor laporan LP/B/II/367/VIII/2025/SPKT/POLRES LAMSEL/POLDA LAMPUNG tertanggal 25 Agustus 2025, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka ataupun penahanan terhadap pihak yang dilaporkan.
“Bukti dan keterangan anak kami sudah kami sampaikan. Kami berharap ada tindakan hukum yang tegas dan cepat. Kami hanya ingin keadilan untuk anak kami,” ujar orang tua korban saat ditemui wartawan pada Sabtu, 1 November 2025.
Pihak keluarga menegaskan, harapan mereka bukan untuk membalas, melainkan agar ada kepastian hukum dan perlindungan bagi korban anak, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, praktisi hukum Afrizal, S.H., menilai bahwa lambannya penanganan kasus dugaan pelecehan seksual dapat menimbulkan persepsi publik tentang lemahnya penegakan hukum di daerah.
“Kasus seperti ini seharusnya menjadi prioritas, mengingat menyangkut hak anak yang dilindungi konstitusi. Jika aparat terkesan membiarkan, hal ini bisa menimbulkan potensi pelanggaran terhadap prinsip profesionalitas dan akuntabilitas dalam tugas penegakan hukum,” ujar Afrizal.
Ia menambahkan, berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian memiliki kewenangan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
“Pasal tersebut memang tidak secara langsung menyebut istilah abuse of discretion (penyalahgunaan wewenang), namun menjadi dasar diskresi Polri. Karena itu, pelaksanaan diskresi perlu diawasi agar tidak disalahgunakan,” jelasnya.
Afrizal juga menegaskan bahwa pembiaran terhadap tindak pidana, terutama yang menyangkut anak dan perempuan, berpotensi mengabaikan amanat konstitusi.
“Setiap bentuk kelambanan atau pembiaran bisa dianggap bertentangan dengan semangat keadilan dan perlindungan hukum bagi warga negara, khususnya bagi anak yang menjadi korban,” tandasnya.
Pihak keluarga berharap, Kapolda Lampung dapat memantau langsung penanganan perkara ini agar tidak berlarut-larut. Mereka juga berharap proses hukum berjalan transparan dan sesuai prosedur.













